Category Archives: Catatan Lepas

Manajemen Penerbitan Buku

1904035_570781536351143_1857155845_n

Bagi rekan-rekan yang ingin mendalami manajemen penerbitan, barangkali makalah-makalah berikut bisa menjadi bahan pengkajian,

Manajemen penerbitan_1_pelatihan menulis

Manajemen penerbitan_2_PERNASKAHAN

Manajemen penerbitan_3_MANAJEMEN EDITOR

Manajemen penerbitan_4_ASPEK-ASPEK DASAR EDITING

Manajemen penerbitan_5_ANATOMI BUKU

Manajemen penerbitan_6_MEMPERSIAPKAN BUKU BEST SELLER

Manajemen penerbitan_7_MERANCANG JUDUL BUKU

Manajemen penerbitan_8_TIPS DAN TRICK PENULISAN DAN PENERBITAN BUKU

Manajemen penerbitan_9_jagat-bisnis-multimedia-massa

Syam Hari Ini

13151922_10205092178058552_6847219430447306211_n

Ketika perang Mu’tah, dahulu kaum muslimin berhadapan dengan orang-orang Romawi.
Ketika perang Khaibar, dahulu kaum muslimin berhadapan dengan orang-orang Yahudi.
Ketika perang Qadisiyyah, dahulu kaum muslimin berhadapan dengan orang-orang Persia.
Ketika perang Hitthin, dahulu kaum muslimin berhadapan dengan para pasukan salib.

Dan pada hari ini, para penduduk Syam, berhadapan dengan seluruh kelompok dari mereka. Syam diserang dari seluruh penjuru.

Ya Allah, berilah pertolongan untuk seluruh kaum muslimin di Syam dan di seluruh tempat.

Memahami Taqdir

851445505Yang ingin belajar memahami takdir dengan benar, berikut penjelasannya dalam format power poin, yang bisa diunduh di sini :

MEMAHAMI TAKDIR DENGAN BENAR

Semoga bermanfaat.

Puasa Bulan Rajab

Keistimewaan-Bulan-Rajab-710x434Bulan Rajab adalah bagian dari bulan-bulan yang telah dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Perbuatan maksiat yang dilakukan dalam bulan tersebut termasuk kemaksiatan yang besar. Namun, sebagian orang menukil sejumlah keutamaan bulan Rajab yang tidak memiliki dasar dalil syar’i yang shahih.

Ibnu Rajab mengatakan,

لم يرد في فضل شهر رجب ولا في صيامه، ولا في صيام شيء منه معين، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه .. حديث صحيح يصلح للحجة

Tidak ada riwayat yang shahih yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, perintah untuk berpuasa di bulan tersebut, baik sebulan penuh maupun sebagiannya, ataupun perintah untuk melaksanakan qiyamullail di bulan tersebut. (Tabyinul ‘Ajab, hal. 6)

Ibnu An-Nuhas berkomentar terkait Shalat Ar-Raghaib,

وهي بدعة، الحديث الوارد فيها موضوع باتفاق المحدثين

“Shalat tersebut adalah bid’ah. Hadits yang berkaitan dengannya adalah hadits maudhu’ sesuai kesepakatan para ahli hadits.” (Tanbihul Ghafilin, hal. 496)

Ibn Al-‘Athar mengungkapkan,

ومما بلغني عن أهل مكة زادها الله تشريفاً اعتيادهم كثرة الاعتمار في رجب، وهذا مما لا أعلم له أصلا

“Telah sampai kepadaku dari kalangan penduduk Mekah, bahwasanya mereka banyak melakukan ibadah umrah di bulan Rajab. Namun, saya tidak mengetahui dasar amalannya.” (Al-Musajalah Baina Al-Izz wa Ibn Ash-Shalah, hal. 56)

Ibn Rajab mengatakan :

وقد روي أنه كان في شهر رجب حوادث عظيمة، ولم يصح شيء من ذلك، فروي أن النبي ولد في أول ليلة منه، وأنه بعث في السابع والعشرين منه، وقيل في الخامس والعشرين، ولا يصح شيء من ذلك .. وروي بإسناد لا يصح، عن القاسم بن محمد، أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب، وأنكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره

Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab telah terjadi sejumlah peristiwa besar, namun tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw dilahirkan pada awal bulan Rajab. Beliau diutus pada tanggal 27 Rajab, ada yang menyebutkan tanggal 25 Rajab. Namun, tidak ada yang shahih sama sekali. Diriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Al-Qasim bin Muhammad bahwasanya peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada tanggal 20 Rajab. Hal tersebut diingkari oleh Ibrahim Al-Harbi dan lainnya. (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 233)

 

Meski tidak ada nas shahih yang menyebutkan keutamaan puasa khusus di bulan Rajab, namun hal ini bukan berarti tidak boleh berpuasa atau qiyamullail sama sekali di bulan Rajab. Tetap dibolehkan berpuasa atau melakukukan qiyamullail berdasarkan keumuman dalil, seperti puasa hari Senin dan Kamis, atau puasa Ayyamul Bidh.

Dimakruhkan berpuasa di bulan Rajab, menurut Ath-Tharthusi, bila dilakukan dalam tiga bentuk:

  1. Bila mengkhsusukan bulan Rajab untuk berpuasa dan menganggapnya sebagai puasa wajib, seperti puasa bulan Ramadhan, maka amalan ini hukumnya makruh.
  2. Bila berkeyakinan bahwa puasa di bulan Rajab merupakan amalan sunnah yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw, maka amalan ini hukumnya makruh.
  3. Bila berkeyakinan bahwa puasa di bulan Rajab memiliki keutamaan khsusus bila dibandingkan dengan puasa-puasa yang dilakukan di bulan-bulan lain, maka amalan ini hukumnya makruh. (Lihat Fadha’ilu Syahr Rajab fil Mizan, karya Faishal Al-Ba’dani)

Si Bakhil dan Baju Besi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُتَصَدِّقِ كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ قَدْ اُضْطُرَّتْ أَيْدِيهمَا إلَى تَرَاقِيهِمَا، فَجَعَلَ الْمُتَصَدِّقُ كُلَّمَا هَمَّ بِصَدَقَةِ اتَّسَعَتْ وَانْبَسَطَتْ عَنْهُ حَتَّى تَغْشَى أَنَامِلَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ، وَجَعَلَ الْبَخِيلُ كُلَّمَا هَمَّ بِصَدَقَةِ قلصت وَأَخَذَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ بِمَكَانِهَا وَأَنَا رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِإِصْبَعِهِ فِي جَيْبِهِ فَلَوْ رَأَيْتهَا يُوَسِّعُهَا فَلَا تَتَّسِعُ

159023_baju-zirah-garda-swiss-vatikan_663_382Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Perumpamaan bakhil (orang yang pelit bersedekah) dengan mutashaddiq (orang yang gemar bersedekah) seperti dua orang yang masing-masing mengenakan baju jubah terbuat dari besi yang terpotong bagian lengannya hingga tulang selangka keduanya. Setiap kali mutashaddiq hendak bersedekah, maka bajunya akan melonggar dan akhirnya menutupi ujung kakinya dan bekas jalannya. Jika orang yang bakhil ingin berinfak, baju besinya mengerut, dan setiap baju besi tetap di tempatnya (tidak melebar).” Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw sambil meletakkan jari-jarinya di sakunya beliau berkata, “Kalau engkau melihatnya (orang yang bakhil) berusaha melonggarkannya, niscaya sakunya tetap tidak menjadi longgar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna Hadits

5Ini merupakan salah satu permisalan yang disampaikan oleh Nabi Saw terkait orang yang bakhil dan yang gemar bersedekah. Nabi Saw mempermisalkan keduanya seperti dua orang yang hendak memakai bagi besi guna melindungi diri dari serangan senjata musuh. Keduanya berusaha memakai baju besi tersebut dengan cara memasukkannya dari atas kepalanya dan menurunkannya ke sekujur tubuhnya.

Orang yang gemar bersedekah akan dengan mudah memakai baju besi tersebut sehingga mampu menutupi sekujur tubuhnya. Sedangkan, orang yang bakhil akan merasa kesusahan memakai buju besi tersebut. Seolah-olah tangannya terikat di lehernya. Setiap kali hendak memasukkan baju besi tersebut ke tubuhnya, maka baju besi tersebut tetap saja hanya sampai di lehernya, sedangkan bagian tubuh yang lain masih terbuka.

Sisi kesamaan dalam permisalan di atas, golongan pertama memiliki kemudahan, lapang dada, dan melindungi diri. Sedangkan golongan kedua memiliki kesamaan dalam kesempitan dan kesusahan.

Orang demawan dan orang bakhil memiliki potensi untuk bersedekah. Yang membedakan keduanya adalah kelonggaran dan perasaan saat bersedekah. orang dermawan akan bersedekah dengan suka rela, senang, dan lapang dada. Sedangkan, orang bakhil akan bersedekah dengan perasaan terpaksa dan tertekan. Orang dermawan seakan menutupi sekujur tubuhnya dengan pakaian pelindung, sehingga aib dan dosanya dapat ditutupi dan diampuni oleh Allah. Sedangkan, orang yang bakhil, meski telah berusaha meneutupi tubuhnya, namun dengan sifat bakhilnya, pakaian pelindungnya tak mampu menutupi dirinya dengan sempurna. Aibnya akan tetap terlihat dan dosanya tidak terampuni.

Pendapat Ulama

artikel-bakar-sifat-kikir-bin-bakhil-215-lIbn Hajar Al-Asqalanai menyampaikan bahwa hadits di atas hendak menjelaskan bahwa setiap kali orang yang dermawan hendak bersedekah, maka hatinya akan menjadi lapang dan jiwanya menjadi tentram, sehingga menjadikannya merasa mudah untuk menggulurkan tangan. Sedangkan orang yang bakhil, saat ia hendak bersedekah, maka dadanya menghimpit dan tangannya terasa terbelenggu.

Sebuah kesimpulan berharga dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengenai keadaan baik orang yang gemar berderma dan keadaan buruk orang yang pelit (bakhil). Ia menyampaikan bahwa berbuat baik dan takwa akan selalu menenangkan jiwa dan melapangkan hati sehingga orang tersebut di hatinya menjadi lapang (tenang) dari sebelumnya. Ketika seseorang berbuat baik dan semaki bertakwa, Allah pun melapangkan dan menyejukkan hatinya. Sebaliknya, maksiat dan sifat pelit menyempitkan jiwa. Sifat tersebut malah menyia-nyiakan dan menyengsarakan jiwa. Karena memang orang yang pelit dalam hatinya selalu merasa sempit.

Al-Munawi menjelaskan bahwa setiap kali orang bakhil memiliki keinginan untuk bersedekah, maka dadanya terasa terhimpit dan tangganya terasa terbelenggu.

Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan, “Allah Ta’ala akan menutupi aurat orang yang gemar bersedekah, sebagaimana baju besi menutupi pemakainya. Sedangkan orang yang bakhil ibarat orang yang memakai baju besi hanya sampai di dadanya saja, sedangkan aurat tubuh yang lain masih terbuka yang memberikan kehinaan di dunia dan akhirat.”

Hakikat Harta

Harta bukanlah tujuan utama seorang muslim, tapi sebagai salah satu wasilah untuk menebar kebaikan kepada sesame. Sebab, harta yang kita miliki sebatas titipan dan pemilik sebenarnya adalah Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Al-Hadid [57] : 7)

Sehingga, alangkah indahnya yang didampaikan Khalid bin Mi’dan tatkala mengatakan, “Sebaik-baik harta seseorang adalah yang bermanfaat baginya, lalu ia berikan kepada orang lain. Sedangkan, seburuk-buruk harta adalah yang tidak engkau lihat dan harta itu tidak melihatmu (maksudnya harta yang tersembunyi), namun perhitungannya diakhirat dibebankan kepadamu, sedangkan manfaatnya diberikan kepada orang lain.” Wallahu a’lam.